Model Pembelajaran



Model Pembelajaran  
Dalam rangka mengimplementasikan KBKTSP, E. Mulyasa (2006) mengetengahkan lima model pembelajaran yang dianggap sesuai dengan tuntutan Kurikukum Berbasis Kompetensi; yaitu :
1. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching Learning),
2. Bermain Peran (Role Playing),
3. Pembelajaran Partisipatif (Participative Teaching and Learning),
4. Belajar Tuntas (Mastery Learning); dan
5. Pembelajaran dengan Modul (Modular Instruction).
Sementara itu, Gulo (2007) memandang pentingnya strategi pembelajaran inkuiri (inquiry).
   Di bawah ini akan diuraikan secara singkat dari masing-masing model pembelajaran tersebut.
1) Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching Learning)
Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching Learning) atau biasa disingkat CTL merupakan konsep pembelajaran yang menekankan pada keterkaitan antara materi pembelajaran dengan dunia kehidupan nyata, sehingga peserta didik mampu menghubungkan dan menerapkan kompetensi hasil belajar dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam pembelajaran kontekstual, tugas guru adalah memberikan kemudahan belajar kepada peserta didik, dengan menyediakan berbagai sarana dan sumber belajar yang memadai. Guru bukan hanya menyampaikan materi pembelajaran yang berupa hapalan, tetapi mengatur lingkungan dan strategi pembelajaran yang memungkinkan peserta didik belajar.
Zahorik, (E. Mulyasa, 2006) mengemukakan lima elemen yang harus diperhatikan dalam pembelajaran kontekstual, yaitu :
Pembelajaran harus memperhatikan pengetahuan yang sudah dimiliki oleh peserta didik
Pembelajaran dimulai dari keseluruhan (global) menuju bagian-bagiannya secara khusus (dari umum ke khusus)
Pembelajaran harus ditekankan pada pemahaman, dengan cara: (a) menyusun konsep sementara; (b) melakukan sharing untuk memperoleh masukan dan tanggapan dari orang lain; dan (c) merevisi dan mengembangkan konsep.
Pembelajaran ditekankan pada upaya mempraktekan secara langsung apa-apa yang dipelajari.
Adanya refleksi terhadap strategi pembelajaran dan pengembangan pengetahuan yang dipelajari.
2) Bermain Peran (Role Playing)
Bermain peran merupakan salah satu model pembelajaran yang diarahkan pada upaya pemecahan masalah-masalah yang berkaitan dengan hubungan antarmanusia (interpersonal relationship), terutama yang menyangkut kehidupan peserta didik.
Pengalaman belajar yang diperoleh dari metode ini meliputi, kemampuan kerjasama, komunikatif, dan menginterprestasikan suatu kejadian
Melalui bermain peran, peserta didik mencoba mengeksplorasi hubungan-hubungan antarmanusia dengan cara memperagakan dan mendiskusikannya, sehingga secara bersama-sama para peserta didik dapat mengeksplorasi parasaan-perasaan, sikap-sikap, nilai-nilai, dan berbagai strategi pemecahan masalah.
Dengan mengutip dari Shaftel dan Shaftel, E. Mulyasa (2006) mengemukakan tahapan pembelajaran bermain peran meliputi :
(1)  menghangatkan suasana dan memotivasi peserta didik,
(2)  memilih peran,
(3)  menyusun tahap-tahap peran,
(4)  menyiapkan pengamat,
(5)  menyiapkan pengamat,
(6)  tahap pemeranan,
(7)  diskusi dan evaluasi tahap diskusi dan evaluasi tahap I,
(8)  pemeranan ulang, dan
(9)  diskusi dan evaluasi tahap II, dan
(10) membagi pengalaman dan pengambilan keputusan.
3) Pembelajaran Partisipatif (Participative Teaching and Learning)
Pembelajaran Partisipatif (Participative Teaching and Learning) merupakan model pembelajaran dengan melibatkan peserta didik secara aktif dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran.
Knowles, (E.Mulyasa,2006) menyebutkan indikator pembelajaran partsipatif, yaitu :
(1)  adanya keterlibatan emosional dan mental peserta didik,
(2) adanya kesediaan peserta didik untuk memberikan kontribusi dalam pencapaian tujuan,
(3) dalam kegiatan belajar terdapat hal yang menguntungkan peserta didik.
Pengembangan pembelajaran partisipatif dilakukan dengan prosedur berikut:
Menciptakan suasana yang mendorong peserta didik siap belajar.
Membantu peserta didik menyusun kelompok, agar siap belajar dan membelajarkan
Membantu peserta didik untuk mendiagnosis dan menemukan kebutuhan belajarnya.
Membantu peserta didik menyusun tujuan belajar.
Membantu peserta didik merancang pola-pola pengalaman belajar.
Membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar.
Membantu peserta didik melakukan evaluasi diri terhadap proses dan hasil belajar.
4) Belajar Tuntas (Mastery Learning)
Belajar tuntas berasumsi bahwa di dalam kondisi yang tepat semua peserta didik mampu belajar dengan baik, dan memperoleh hasil yang maksimal terhadap seluruh materi yang dipelajari. Agar semua peserta didik memperoleh hasil belajar secara maksimal, pembelajaran harus dilaksanakan dengan sistematis. Kesistematisan akan tercermin dari strategi pembelajaran yang dilaksanakan, terutama dalam mengorganisir tujuan dan bahan belajar, melaksanakan evaluasi dan memberikan bimbingan terhadap peserta didik yang gagal mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan pembelajaran harus diorganisir secara spesifik untuk memudahkan pengecekan hasil belajar, bahan perlu dijabarkan menjadi satuan-satuan belajar tertentu,dan penguasaan bahan yang lengkap untuk semua tujuan setiap satuan belajar dituntut dari para peserta didik sebelum proses belajar melangkah pada tahap berikutnya. Evaluasi yang dilaksanakan setelah para peserta didik menyelesaikan suatu kegiatan belajar tertentu merupakan dasar untuk memperoleh balikan (feedback). Tujuan utama evaluasi adalah memperoleh informasi tentang pencapaian tujuan dan penguasaan bahan oleh peserta didik. Hasil evaluasi digunakan untuk menentukan dimana dan dalam hal apa para peserta didik perlu memperoleh bimbingan dalam mencapai tujuan, sehinga seluruh peserta didik dapat mencapai tujuan ,dan menguasai bahan belajar secara maksimal (belajar tuntas).
Strategi belajar tuntas dapat dibedakan dari pengajaran non belajar tuntas dalam hal berikut :
(1) pelaksanaan tes secara teratur untuk memperoleh balikan terhadap bahan yang diajarkan sebagai alat untuk mendiagnosa kemajuan (diagnostic progress test),
(2) peserta didik baru dapat melangkah pada pelajaran berikutnya setelah ia benar-benar menguasai bahan pelajaran sebelumnya sesuai dengan patokan yang ditentukan, dan
(3) pelayanan bimbingan dan konseling terhadap peserta didik yang gagal mencapai taraf penguasaan penuh, melalui pengajaran remedial (pengajaran korektif).
Strategi belajar tuntas dikembangkan oleh Bloom, meliputi tiga bagian, yaitu:
(1)  mengidentifikasi pra-kondisi,
(2)  mengembangkan prosedur operasional dan hasil belajar, dan
(3) implementasi dalam pembelajaran klasikal dengan memberikan “bumbu” untuk menyesuaikan dengan kemampuan individual, yang meliputi : (a) corrective technique yaitu semacam pengajaran remedial, yang dilakukan memberikan pengajaran terhadap tujuan yang gagal dicapai peserta didik, dengan prosedur dan metode yang berbeda dari sebelumnya; dan (b) memberikan tambahan waktu kepada peserta didik yang membutuhkan (sebelum menguasai bahan secara tuntas).
Di samping implementasi dalam pembelajaran secara klasikal, belajar tuntas banyak diimplementasikan dalam pembelajaran individual. Sistem belajar tuntas mencapai hasil yang optimal ketika ditunjang oleh sejumlah media, baik hardware maupun software, termasuk penggunaan komputer (internet) untuk mengefektifkan proses belajar.



5) Pembelajaran dengan Modul (Modular Instruction)
Modul adalah suatu proses pembelajaran mengenai suatu satuan bahasan tertentu yang disusun secara sistematis, operasional dan terarah untuk digunakan oleh peserta didik, disertai dengan pedoman penggunaannya untuk para guru.
Pembelajaran dengan sistem modul memiliki karakteristik sebagai berikut:
Setiap modul harus memberikan informasi dan petunjuk pelaksanaan yang jelas tentang apa yang harus dilakukan oleh peserta didik, bagaimana melakukan, dan sumber belajar apa yang harus digunakan.
Modul meripakan pembelajaran individual, sehingga mengupayakan untuk melibatkan sebanyak mungkin karakteristik peserta didik. Dalam setiap modul harus : (1) memungkinkan peserta didik mengalami kemajuan belajar sesuai dengan kemampuannya; (2) memungkinkan peserta didik mengukur kemajuan belajar yang telah diperoleh; dan (3) memfokuskan peserta didik pada tujuan pembelajaran yang spesifik dan dapat diukur.
Pengalaman belajar dalam modul disediakan untuk membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaran seefektif dan seefisien mungkin, serta memungkinkan peserta didik untuk melakukan pembelajaran secara aktif, tidak sekedar membaca dan mendengar tapi lebih dari itu, modul memberikan kesempatan untuk bermain peran (role playing), simulasi dan berdiskusi.
Materi pembelajaran disajikan secara logis dan sistematis, sehingga peserta didik dapat menngetahui kapan dia memulai dan mengakhiri suatu modul, serta tidak menimbulkan pertanyaaan mengenai apa yang harus dilakukan atau dipelajari.
Setiap modul memiliki mekanisme untuk mengukur pencapaian tujuan belajar peserta didik, terutama untuk memberikan umpan balik bagi peserta didik dalam mencapai ketuntasan belajar.
Pada umumnya pembelajaran dengan sistem modul akan melibatkan beberapa komponen, diantaranya : (1) lembar kegiatan peserta didik; (2) lembar kerja; (3) kunci lembar kerja; (4) lembar soal; (5) lembar jawaban dan (6) kunci jawaban.
Komponen-komponen tersebut dikemas dalam format modul, sebagai beriku:
Pendahuluan; yang berisi deskripsi umum, seperti materi yang disajikan, pengetahuan, keterampilan dan sikap yang akan dicapai setelah belajar, termasuk kemampuan awal yang harus dimiliki untuk mempelajari modul tersebut.
Tujuan Pembelajaran; berisi tujuan pembelajaran khusus yang harus dicapai peserta didik, setelah mempelajari modul. Dalam bagian ini dimuat pula tujuan terminal dan tujuan akhir, serta kondisi untuk mencapai tujuan.
Tes Awal; yang digunakan untuk menetapkan posisi peserta didik dan mengetahui kemampuan awalnya, untuk menentukan darimana ia harus memulai belajar, dan apakah perlu untuk mempelajari atau tidak modul tersebut.
Pengalaman Belajar; yang berisi rincian materi untuk setiap tujuan pembelajaran khusus, diikuti dengan penilaian formatif sebagai balikan bagi peserta didik tentang tujuan belajar yang dicapainya.
Sumber Belajar; berisi tentang sumber-sumber belajar yang dapat ditelusuri dan digunakan oleh peserta didik.
Tes Akhir; instrumen yang digunakan dalam tes akhir sama dengan yang digunakan pada tes awal, hanya lebih difokuskan pada tujuan terminal setiap modul
Tugas utama guru dalam pembelajaran sistem modul adalah mengorganisasikan dan mengatur proses belajar, antara lain : (1) menyiapkan situasi pembelajaran yang kondusif; (2) membantu peserta didik yang mengalami kesulitan dalam memahami isi modul atau pelaksanaan tugas; (3) melaksanakan penelitian terhadap setiap peserta didik.
8) Pembelajaran Inkuiri
Pembelajaran inkuiri merupakan kegiatan pembelajaran yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki sesuatu (benda, manusia atau peristiwa) secara sistematis, kritis, logis, analitis sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri.
Joyce (Gulo, 2005) mengemukakan kondisi- kondisi umum yang merupakan syarat bagi timbulnya kegiatan inkuiri bagi siswa, yaitu:
(1) aspek sosial di dalam kelas dan suasana bebas-terbuka dan permisif yang mengundang siswa berdiskusi,
(2)  berfokus pada hipotesis yang perlu diuji kebenarannya, dan
(3) penggunaan fakta sebagai evidensi dan di dalam proses pembelajaran dibicarakan validitas dan reliabilitas tentang fakta, sebagaimana lazimnya dalam pengujian hipotesis.
Proses inkuiri dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:
a) Merumuskan masalah; kemampuan yang dituntut adalah:
(1) kesadaran terhadap masalah,
(2) melihat pentingnya masalah dan
(3) merumuskan masalah.
b) Mengembangkan hipotesis; kemampuan yang dituntut dalam mengembangkan hipotesis ini adalah:
(1) menguji dan menggolongkan data yang dapat diperoleh,
(2) melihat dan merumuskan hubungan yang ada secara logis, dan
(3) merumuskan hipotesis.
c) Menguji jawaban tentatif; kemampuan yang dituntut adalah:
(1) merakit peristiwa, terdiri dari; mengidentifikasi peristiwa yang dibutuhkan, mengumpulkan data, dan mengevaluasi data,
(2) menyusun data, terdiri dari : mentranslasikan data, menginterpretasikan data dan mengkasifikasikan data,
(3) analisis data, terdiri dari : melihat hubungan, mencatat persamaan dan perbedaan, dan mengidentifikasikan trend, sekuensi, dan keteraturan.
d) Menarik kesimpulan; kemampuan yang dituntut adalah:
(1) mencari pola dan makna hubungan, dan
(2) merumuskan kesimpulan
(3) Menerapkan kesimpulan dan generalisasi
Guru dalam mengembangkan sikap inkuiri di kelas mempunyai peranan sebagai konselor, konsultan, teman yang kritis dan fasilitator. Ia harus dapat membimbing dan merefleksikan pengalaman kelompok, serta memberi kemudahan bagi kerja kelompok.


PROSEDUR PEMBELAJARAN
Secara umum, prosedur pembelajaran dilakukan melalui 3 tahapan yaitu:
1. Kegiatan pendahuluan,
2. Kegiatan inti,
3. Kegiatan akhir dan tindak lanjut
A. Pendahuluan
Udin S. Winataputra, dkk. (2006) mengemukakan hal-hal yang dilakukan dalam kegiatan pendahuluan, yaitu:
1. Menciptakan Kondisi Awal Pembelajaran; meliputi: membina keakraban, menciptakan kesiapan belajar peserta didik dan menciptakan suasana belajar yang demokratis.
2. Apersepsi/Pre test; meliputi : kegiatan mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan materi sebelumnya, memberikan komentar atas jawaban yang diberikan peserta didik dan membangkitkan motivasi dan perhatian peserta didik untuk mengikuti kegiatan pembelajaran.
   Sementara itu, Depdiknas (2006) mengemukakan bahwa dalam kegiatan pendahuluan, perlu dilakukan pemanasan dan apersepsi, didalamnya mencakup:
(a) bahwa pelajaran dimulai dengan hal-hal yang diketahui dan dipahami peserta didik,
(b) motivasi peserta didik ditumbuhkan dengan bahan ajar yang menarik dan berguna bagi peserta didik, dan
(c) peserta didik didorong agar tertarik untuk mengetahui hal-hal yang baru.
B. Kegiatan Inti
Udin S. Winataputra, dkk. (2006) mengemukakan hal-hal yang dilakukan dalam kegiatan inti, yaitu:
1. Menyampaikan tujuan yang ingin dicapai, baik secara lisan maupun tulisan.
2. Menyampaikan alternatif kegiatan belajar yang akan ditempuh Membahas Materi
Depdiknas (2006) membagi kegiatan inti ke dalam tiga tahap kegiatan yaitu:
a) eksplorasi,
b) konsolidasi pembelajaran, dan
c) pembentukan sikap dan perilaku.
Kegiatan eksplorasi merupakan usaha memperoleh atau mencari informasi baru. Yang perlu diperhatikan dalam kegiatan eksplorasi, yaitu:
1) memperkenalkan materi/keterampilan baru,
2) mengaitkan materi dengan pengetahuan yang sudah ada pada peserta didik,
3) mencari metodologi yang paling tepat dalam meningkatkan penerimaaan peserta didik akan materi baru tersebut.
   Konsolidasi merupakan negosiasi dalam rangka mencapai pengetahuan baru. Dalam kegiatan konsolidasi pembelajaran yang perlu diperhatikan adalah:
 (a) melibatkan peserta didik secara aktif dalam menafsirkan dan memahami materi ajar baru,
(b) melibatkan peserta didik secara aktif dalam pemecahan masalah,
(c) meletakkan penekanan pada kaitan struktural, yaitu kaitan antara materi pelajaran yang baru dengan berbagai aspek kegiatan dan kehidupan di dalam lingkungan, dan
(d) mencari metodologi yang paling tepat sehingga materi ajar dapat terproses menjadi bagian dari pengetahuan peserta didik.
 Pembentukan sikap dan perilaku merupakan pemrosesan pengetahuan menjadi nilai, sikap dan perilaku. Yang perlu diperhatikan dalam pembentukan sikap dan perilaku, adalah:
(1) peserta didik didorong untuk menerapkan konsep atau pengertian yang dipelajarinya dalam kehidupan sehari-hari,
(2) peserta didik membangun sikap dan perilaku baru dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan pengertian yang dipelajari, dan
(2) cari metodologi yang paling tepat agar terjadi perubahan sikap dan perilaku peserta didik.
C. Kegiatan Akhir dan Tindak Lanjut Pembelajaran
Udin S. Winataputra, dkk. (2006) mengemukakan hal-hal yang dilakukan dalam kegiatan akhir dan tindak lanjut pembelajaran, yaitu:
1. penilaian akhir,
2. analisis hasil penilaian akhir,
3. tindak lanjut,
4. mengemukakan topik yang akan dibahas pada waktu yang akan dating, dan
5. menutup kegiatan pembelajaran.
Mulyasa (2006) mengemukakan dua kegiatan pokok pada akhir pembelajaran, yaitu:
a) pemberian tugas, dan
b) post tes.
 Depdiknas (2006) mengemukakan dalam kegiatan akhir perlu dilakukan penilaian formatif, dengan memperhatikan hal-hal berikut:
(a) kembangkan cara-cara untuk menilai hasil pembelajaran peserta didik,
(b) gunakan hasil penilaian tersebut untuk melihat kelemahan atau kekurangan peserta didik dan masalah-masalah yang dihadapi guru, dan
 (c) cari metodologi yang paling tepat yang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

M0DEL-MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
A. Model Examples Non Examples
Contoh dapat dari Kasus/Gambar yang Relevan dengan Kompetensi Dasar
Langkah-langkah :
Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran
Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan melalui OHP/In Focus
Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan pada siswa untuk memperhatikan/menganalisa gambar
Melalui diskusi kelompok 2-3 orang siswa, hasil diskusi dari analisa gambar tersebut dicatat pada kertas
Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya
Mulai dari komentar/hasil diskusi siswa, guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin dicapai
Kesimpulan
B. Picture And Picture
Langkah-langkah:
Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
Menyajikan materi sebagai pengantar
Guru menunjukkan/memperlihatkan gambar-gambar kegiatan berkaitan dengan materi
Guru menunjuk/memanggil siswa secara bergantian memasang/mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis
Guru menanyakan alasan/dasar pemikiran urutan gambar tersebut
Dari alasan/urutan gambar tersebut guru memulai menamkan konsep/materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai
Kesimpulan/rangkuman
C. Numbered Heads Together
Langkah-langkah:
Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor
Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya
Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat mengerjakannya/mengetahui jawabannya
Guru memanggil salah satu nomor siswa dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerjasama mereka
Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor yang lain
Kesimpulan
D. Cooperative Script
Metode belajar dimana siswa bekerja berpasangan dan bergantian secara lisan mengikhtisarkan, bagian-bagian dari materi yang dipelajari
Langkah-langkah:
Guru membagi siswa untuk berpasangan
Guru membagikan wacana/materi tiap siswa untuk dibaca dan membuat ringkasan
Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar
Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya. Sementara pendengar : (a) Menyimak/mengoreksi/menunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap; (b) Membantu mengingat/menghafal ide-ide pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi lainnya
Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya. Serta lakukan seperti diatas.
Kesimpulan Siswa bersama-sama dengan guru
Penutup
E. Kepala Bernomor Struktur
Langkah-langkah:
Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor
Penugasan diberikan kepada setiap siswa berdasarkan nomorkan terhadap tugas yang berangkai. Misalnya : siswa nomor satu bertugas mencatat soal. Siswa nomor dua mengerjakan soal dan siswa nomor tiga melaporkan hasil pekerjaan dan seterusnya
->Jika perlu, guru bisa menyuruh kerja sama antar kelompok. Siswa disuruh keluar dari kelompoknya dan bergabung bersama beberapa siswa bernomor sama dari kelompok lain. Dalam kesempatan ini siswa dengan tugas yang sama bisa saling membantu atau mencocokkan hasil kerja sama mereka
Laporkan hasil dan tanggapan dari kelompok yang lain
Kesimpulan
F. Student Teams-Achievement Divisions (Stad)/Tim Siswa Kelompok Prestasi (Slavin, 1995)
Langkah-langkah:
Membentuk kelompok yang anggotanya = 4 orang secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dll)
Guru menyajikan pelajaran
Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-anggota kelompok. Anggotanya tahu menjelaskan pada anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti.
Guru memberi kuis/pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis tidak boleh saling membantu
Memberi evaluasi
Kesimpulan

G. Jigsaw (Model Tim Ahli)/(Aronson, Blaney, Stephen, Sikes, And Snapp, 1978)
Langkah-langkah:
Siswa dikelompokkan ke dalam 4 anggota tim
Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang berbeda
Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang ditugaskan
Anggota dari tim yang berbeda yang telah mempelajari bagian/sub bab yang sama bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan sub bab mereka
Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli tiap anggota kembali ke kelompok asal dan bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang sub bab yang mereka kuasai dan tiap anggota lainnya mendengarkan dengan sungguh-sungguh
Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi
Guru memberi evaluasi
Penutup
H. Problem Based Introductuon (PBI)/(Pembelajaran Berdasarkan Masalah)
Langkah-langkah:
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran. Menjelaskan logistik yang dibutuhkan. Memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.
Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut (menetapkan topik, tugas, jadwal, dll.)
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, pengumpulan data, hipotesis, pemecahan masalah.
Guru membantu siswa dalam merencanakan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan


I. Artikulasi
Langkah-langkah:
Menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai
Guru menyajikan materi sebagaimana biasa
Untuk mengetahui daya serap siswa, bentuklah kelompok berpasangan dua orang
Suruhlan seorang dari pasangan itu menceritakan materi yang baru diterima dari guru dan pasangannya mendengar sambil membuat catatan-catatan kecil, kemudian berganti peran. Begitu juga kelompok lainnya
Suruh siswa secara bergiliran/diacak menyampaikan hasil wawancaranya dengan teman pasangannya. Sampai sebagian siswa sudah menyampaikan hasil wawancaranya
Guru mengulangi/menjelaskan kembali materi yang sekiranya belum dipahami siswa
Kesimpulan/penutup
J. Mind Mapping
Sangat baik digunakan untuk pengetahuan awal siswa atau untuk menemukan alternatif jawaban
Langkah-langkah:
Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
Guru mengemukakan konsep/permasalahan yang akan ditanggapi oleh siswa/sebaiknya permasalahan yang mempunyai alternatif jawaban
Membentuk kelompok yang anggotanya 2-3 orang
Tiap kelompok menginventarisasi/mencatat alternatif jawaban hasil diskusi
Tiap kelompok (atau diacak kelompok tertentu) membaca hasil diskusinya dan guru mencatat di papan dan mengelompokkan sesuai kebutuhan guru
Dari data-data di papan siswa diminta membuat kesimpulan atau guru memberi bandingan sesuai konsep yang disediakan guru




K. Make – A Match (Mencari Pasangan) (Lorna Curran, 1994)
Langkah-langkah :
Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, sebaliknya satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban
Setiap siswa mendapat satu buah kartu
Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang
Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (soal jawaban)
Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin
Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya
Demikian seterusnya
Kesimpulan/penutup
L. Think Pair And Share (Frank Lyman, 1985)
Langkah-langkah:
Guru menyampaikan inti materi dan kompetensi yang ingin dicapai
Siswa diminta untuk berfikir tentang materi/permasalahan yang disampaikan guru
Siswa diminta berpasangan dengan teman sebelahnya (kelompok 2 orang) dan mengutarakan hasil pemikiran masing-masing
Guru memimpin pleno kecil diskusi, tiap kelompok mengemukakan hasil diskusinya
Berawal dari kegiatan tersebutmengarahkan pembicaraan pada pokok permasalahan dan menambah materi yang belum diuangkapkan para siswa
Guru memberi kesimpulan
Penutup
M. Debat
Langkah-langkah:
Guru membagi 2 kelompok peserta debat yang satu pro dan yg lainnya kontra
Guru memberikan tugas untuk membaca materiyang akan didebatkan oleh kedua kelompok di atas.
Setelah selesai membaca materi. Guru menunjuk salah satu anggotanya kelompok pro untuk berbicara saat itu ditanggapi atau dibalas oleh kelompok kontra demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa bisa mengemukakan pendapatnya.
Sementara siswa menyampaikan gagasannya guru menulis guru menulis inti/ide-ide dari setiap pembicaraan di papan tulis. Sampai sejumlah ide yang diharapkan guru terpenuhi
Guru menambahkan konsep/ide yang belum terungkap
Dari data-data di papan tersebut, guru mengajak siswa membuat kesimpulan/rangkuman yang mengacu pada topik yang ingin dicapai.

MODEL PEMBELAJARAN INOVATIF
A. Role Playing
Langkah-langkah:
Guru menyusun/menyiapkan skenario yang akan ditampilkan
Menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari skenario dua hari sebelum KBM
Guru membentuk kelompok siswa yang anggotanya 5 orang
Memberikan penjelasan tentang kompetensi yang ingin dicapai
Memanggil para siswa yang sudah ditunjuk untuk melakonkan skenario yang sudah dipersiapkan
Masing-masing siswa duduk di kelompoknya, masing-masing sambil memperhatikan mengamati skenario yang sedang diperagakan
Setelah selesai dipentaskan, masing-masing siswa diberikan kertas sebagai lembar kerja untuk membahas
Masing-masing kelompok menyampaikan hasil kesimpulannya
Guru memberikan kesimpulan secara umum
Evaluasi
Penutup



B. Group Investigation (Sharan, 1992)
Langkah-langkah:
Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok heterogen
Guru menjelaskan maksud pembelajaran dan tugas kelompok
Guru memanggil ketua-ketua untuk satu materi tugas sehingga satu kelompok mendapat tugas satu materi/tugas yang berbeda dari kelompok lain
Masing-masing kelompok membahas materi yang sudah ada secara kooperatif berisi penemuan
Setelah selesai diskusi, lewat juru bicara, ketua menyampaikan hasil pembahasan kelompok
Guru memberikan penjelasan singkat sekaligus memberi kesimpulan
Evaluasi
Penutup
C. Talking Stick
Langkah-langkah:
1. Guru menyiapkan sebuah tongkat
2. Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian memberikan kesempatan kepada siswa untuk untuk membaca dan mempelajari materi pada pegangannya/paketnya
3. Setelah selesai membaca buku dan mempelajarinya mempersilahkan siswa untuk menutup bukunya
4. Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada siswa, setelah itu guru memberikan pertanyaan dan siswa yang memegang tongkat tersebut harus menjawabnya, demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa mendapat bagian untuk menjawab setiap pertanyaan dari guru
5. Guru memberikan kesimpulan
6. Evaluasi
7. Penutup


D. Bertukar Pasangan
Langkah-langkah:
1. Setiap siswa mendapat satu pasangan (guru biasa menunjukkan pasangannya atau siswa menunjukkan pasangannya
2. Guru memberikan tugas dan siswa mengerjakan tugas dengan pasangannya
3. Setelah selesai setiap pasangan bergabung dengan satu pasangan yang lain
4. Kedua pasangan tersebut bertukar pasangan masing-masing pasangan yang baru ini saling menanyakan dan mengukuhkan jawaban mereka
5. Temuan baru yang didapat dari pertukaran pasangan kemudian dibagikan kepada pasangan semula
E. Snawball Throwing
Langkah-langkah:
1. Guru menyampaikan materi yang akan disajikan
2. Guru membentuk kelompok-kelompok dan memanggil masing-masing ketua kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi
3. Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing, kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya
4. Kemudian masing-masing siswa diberikan satu lembar kertas kerja, untuk menuliskan satu pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompok
5. Kemudian kertas tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari satu siswa ke siswa yang lain selama ± 15 menit
6. Setelah siswa dapat satu bola/satu pertanyaan diberikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara bergantian
7. Evaluasi
8. Penutup



F. Facilitator And Explaining
Siswa/peserta mempresentasikan ide/pendapat pada rekan peserta lainnya
Langkah-langkah:
2. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
3. Guru mendemonstrasikan/menyajikan materi
4. Memberikan kesempatan siswa/peserta untuk menjelaskan kepada peserta untuk menjelaskan kepada peserta lainnya baik melalui bagan/peta konsep maupun yang lainnya
5. Guru menyimpulkan ide/pendapat dari siswa
6. Guru menerangkan semua materi yang disajikan saat itu
7. Penutup
G. Course Review Horay
Langkah-langkah:
1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
2. Guru mendemonstrasikan/menyajikan materi
3. Memberikan kesempatan siswa tanya jawab
4. Untuk menguji pemahaman, siswa disuruh membuat kotak 9/16/25 sesuai dengan kebutuhan dan tiap kotak diisi angka sesuai dengan seler masing-masing siswa
5. Guru membaca soal secara acak dan siswa menulis jawaban di dalam kotak yang nomornya disebutkan guru dan langsung didiskusikan, kalau benar diisi tanda benar (Ö) dan salan diisi tanda silang (x)
6. Siswa yang sudah mendapat tanda Ö vertikal atau horisontal, atau diagonal harus berteriak horay … atau yel-yel lainnya
7. Nilai siswa dihitung dari jawaban benar jumlah horay yang diperoleh
8. Penutup




H. Demonstration
(Khusus materi yang memerlukan peragaan atau percobaan misalnya Gussen)
Langkah-langkah:
1. Guru menyampaikan TPK
2. Guru menyajikan gambaran sekilas materi yang akan dismpaikan
3. Siapkan bahan atau alat yang diperlukan
4. Menunjukan salah seorang siswa untuk mendemontrasikan sesuai skenario yang telah disiapkan
5. Seluruh siswa memperhatikan demontrasi dan menganalisa
6. Tiap siswa atau kelompok mengemukakan hasil analisanya dan juga pengalaman siswa didemontrasikan
7. Guru membuat kesimpulan
I.  Explicit Intruction/Pengajaran Langsung(Rosenshina & Stevens, 1986)
Pembelajaran langsung khusus dirancang untuk mengembangkan belajar siswa tentang pengetahuan prosedur dan pengetahuan deklaratif yang dapat diajarkan dengan pola selangkah demi selangklah
Langkah-langkah:
1. Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa
2. Mendemonstrasikan pengetahuan dan ketrampilan
3. Membimbing pelatihan
4. Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik
5. Memberikan kesempatan untuk latihan lanjutan
J. Cooperative Integrated Reading And Composition (CIRC)/Kooperatif Terpadu Membaca Dan Menulis (Steven & Slavin, 1995)
Langkah-langkah:
1. Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang yang secara heterogen
2. Guru memberikan wacana/kliping sesuai dengan topik pembelajaran
3. Siswa bekerja sama saling membacakan dan menemukan ide pokok dan memberi tanggapan terhadap wacana/kliping dan ditulis pada lembar kertas
4. Mempresentasikan/membacakan hasil kelompok
5. Guru membuat kesimpulan bersama
6. Penutup
K. Inside-Outside-Circle/Lingkaran Kecil-Lingkaran Besar (Spencer Kagan)
“Siswa saling membagi informasi pada saat yang bersamaan, dengan pasangan yang berbeda dengan singkat dan teratur”
Langkah-langkah :
1. Separuh kelas berdiri membentuk lingkaran kecil dan menghadap keluar
2. Separuh kelas lainnya membentuk lingkaran di luar lingkaran pertama, menghadap ke dalam
3. Dua siswa yang berpasangan dari lingkaran kecil dan besar berbagi informasi. Pertukaran informasi ini bisa dilakukan oleh semua pasangan dalam waktu yang bersamaan
4. Kemudian siswa berada di lingkaran kecil diam di tempat, sementara siswa yang berada di lingkaran besar bergeser satu atau dua langkah searah jarum jam.
5. Sekarang giliran siswa berada di lingkaran besar yang membagi informasi. Demikian seterusnya
L Tebak Kata
Buat kartu ukuran 10X10 cm dan isilah ciri-ciri atau kata-kata lainnya yang mengarah pada jawaban (istilah) pada kartu yang ingin ditebak.
Buat kartu ukuran 5X2 cm untuk menulis kata-kata atau istilah yang mau ditebak (kartu ini nanti dilipat dan ditempel pada dahi ataudiselipkan ditelinga.
Langkah-langkah :
1. Jelaskan TPK atau materi ± 45 menit
2. Suruhlah siswa berdiri didepan kelas dan berpasangan
3. Seorang siswa diberi kartu yang berukuran 10×10 cm yang nanti dibacakan pada pasangannya. Seorang siswa yang lainnya diberi kartu yang berukuran 5×2 cm yang isinya tidak boleh dibaca (dilipat) kemudian ditempelkan di dahi atau diselipkan ditelinga.
4. Sementara siswa membawa kartu 10×10 cm membacakan kata-kata yang tertulis didalamnya sementara pasangannya menebak apa yang dimaksud dalam kartu 10×10 cm. jawaban tepat bila sesuai dengan isi kartu yang ditempelkan di dahi atau telinga.
5. Apabila jawabannya tepat (sesuai yang tertulis di kartu) maka pasangan itu boleh duduk. Bila belum tepat pada waktu yang telah ditetapkan boleh mengarahkan dengan kata-kata lain asal jangan langsung memberi jawabannya. Dan seterusnya.

CONTOH KARTU
Perusahaan ini tanggung-jawabnya tidak terbatas
Dimiliki oleh 1 orang
Struktur organisasinya tidak resmi
Bila untung dimiliki, diambil sendiri
NAH … SIAPA … AKU ?
JAWABNYA: PERUSAHAAN PERSEORANGAN

Makson
MEDIA : Buat kotak sesuai keperluan dan buat soal sesuai TPK
Langkah-langkah :
Sampaikan materi sesuai TPK
Bagikan lembaran kegiatan sesuai contoh
Siswa disuruh menjawab soal kemudian mengarsir huruf dalam kotak sesuai jawaban
Berikan poin setiap jawaban dalam kotak :
CONTOH SOAL
Sebelum mengenal uang orang melakukan pertukaran dengan cara …….
……. Digunakan sebagai alat pembayaran yang sah
Uang ……. Saat ini banyak di palsukan
Nilai bahan pembuatan uang disebut …….
Kemampuan uang untuk ditukar dengan sejumlah barang atau jasa disebut nilai …….
Nilai perbandingan uang dalam negara dengan mata uang asing disebut …….
Nilai yang tertulis pada mata uang disebut nilai …….
Dorongan seseorang menyimpan uang untuk keperluan jual beli disebut motif …….
Perintah tertulis dari seseorang yang mempunyai rekening ke bank untuk membayar sejumlah uang disebut …….





M. Model Pembelajaran ARIAS
Model pembelajaran ARIAS merupakan modifikasi dari model ARCS. Model ARCS (Attention, Relevance, Confidence, Satisfaction), dikembangkan oleh Keller dan Kopp (1987: 2-9) sebagai jawaban pertanyaan bagaimana merancang pembelajaran yang dapat mempengaruhi motivasi berprestasi dan hasil belajar. Model pembelajaran ini dikembangkan berdasarkan teori nilai harapan (expectancy value theory) yang mengandung dua komponen yaitu nilai (value) dari tujuan yang akan dicapai dan harapan (expectancy) agar berhasil mencapai tujuan itu. Dari dua komponen tersebut oleh Keller dikembangkan menjadi empat komponen. Keempat komponen model pembelajaran itu adalah attention, relevance, confidence dan satisfaction dengan akronim ARCS (Keller dan Kopp, 1987: 289-319).
Model pembelajaran ini menarik karena dikembangkan atas dasar teori-teori belajar dan pengalaman nyata para instruktur (Bohlin, 1987: 11-14). Namun demikian, pada model pembelajaran ini tidak ada evaluasi (assessment), padahal evaluasi merupakan komponen yang tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan pembelajaran. Evaluasi yang dilaksanakan tidak hanya pada akhir kegiatan pembelajaran tetapi perlu dilaksanakan selama proses kegiatan berlangsung. Evaluasi dilaksanakan untuk mengetahui sampai sejauh mana kemajuan yang dicapai atau hasil belajar yang diperoleh siswa (DeCecco, 1968: 610). Evaluasi yang dilaksanakan selama proses pembelajaran menurut Saunders et al. seperti yang dikutip Beard dan Senior (1980: 72) dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Mengingat pentingnya evaluasi, maka model pembelajaran ini dimodifikasi dengan menambahkan komponen evaluasi pada model pembelajaran tersebut.
Dengan modifikasi tersebut, model pembelajaran yang digunakan mengandung lima komponen yaitu: attention (minat/perhatian); relevance (relevansi); confidence (percaya/yakin); satisfaction (kepuasan/bangga), dan assessment (evaluasi). Modifikasi juga dilakukan dengan penggantian nama confidence menjadi assurance, dan attention menjadi interest. Penggantian nama confidence (percaya diri) menjadi assurance, karena kata assurance sinonim dengan kata self-confidence (Morris, 1981: 80). Dalam kegiatan pembelajaran guru tidak hanya percaya bahwa siswa akan mampu dan berhasil, melainkan juga sangat penting menanamkan rasa percaya diri siswa bahwa mereka merasa mampu dan dapat berhasil. Demikian juga penggantian kata attention menjadi interest, karena pada kata interest (minat) sudah terkandung pengertian attention (perhatian). Dengan kata interest tidak hanya sekedar menarik minat/perhatian siswa pada awal kegiatan melainkan tetap memelihara minat/perhatian tersebut selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Untuk memperoleh akronim yang lebih baik dan lebih bermakna maka urutannya pun dimodifikasi menjadi assurance, relevance, interest, assessment dan satisfaction. Makna dari modifikasi ini adalah usaha pertama dalam kegiatan pembelajaran untuk menanamkan rasa yakin/percaya pada siswa. Kegiatan pembelajaran ada relevansinya dengan kehidupan siswa, berusaha menarik dan memelihara minat/perhatian siswa. Kemudian diadakan evaluasi dan menumbuhkan rasa bangga pada siswa dengan memberikan penguatan (reinforcement). Dengan mengambil huruf awal dari masing-masing komponen menghasilkan kata ARIAS sebagai akronim. Oleh karena itu, model pembelajaran yang sudah dimodifikasi ini disebut model pembelajaran ARIAS.
Komponen Model Pembelajaran ARIAS
Seperti yang telah dikemukakan model pembelajaran ARIAS terdiri dari lima komponen (assurance-percaya diri, relevance-berhubungan, interest-minat, assessment-evaluasi, dan satisfaction-rasa bangga/puas) yang disusun berdasarkan teori belajar. Kelima komponen tersebut merupakan satu kesatuan yang diperlukan dalam kegiatan pembelajaran. Deskripsi singkat masing-masing komponen dan beberapa contoh yang dapat dilakukan untuk membangkitkan dan meningkatkannya kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut.
Komponen pertama model pembelajaran ARIAS adalah assurance (percaya diri), yaitu berhubungan dengan sikap percaya, yakin akan berhasil atau yang berhubungan dengan harapan untuk berhasil (Keller, 1987: 2-9). Menurut Bandura seperti dikutip oleh Gagne dan Driscoll (1988: 70) seseorang yang memiliki sikap percaya diri tinggi cenderung akan berhasil bagaimana pun kemampuan yang ia miliki. Sikap di mana seseorang merasa yakin, percaya dapat berhasil mencapai sesuatu akan mempengaruhi mereka bertingkah laku untuk mencapai keberhasilan tersebut. Sikap ini mempengaruhi kinerja aktual seseorang, sehingga perbedaan dalam sikap ini menimbulkan perbedaan dalam kinerja. Sikap percaya, yakin atau harapan akan berhasil mendorong individu bertingkah laku untuk mencapai suatu keberhasilan (Petri, 1986: 218). Siswa yang memiliki sikap percaya diri memiliki penilaian positif tentang dirinya cenderung menampilkan prestasi yang baik secara terus menerus (Prayitno, 1989: 42). Sikap percaya diri, yakin akan berhasil ini perlu ditanamkan kepada siswa untuk mendorong mereka agar berusaha dengan maksimal guna mencapai keberhasilan yang optimal. Dengan sikap yakin, penuh percaya diri dan merasa mampu dapat melakukan sesuatu dengan berhasil, siswa terdorong untuk melakukan sesuatu kegiatan dengan sebaik-baiknya sehingga dapat mencapai hasil yang lebih baik dari sebelumnya atau dapat melebihi orang lain.
Beberapa cara yang dapat digunakan untuk mempengaruhi sikap percaya diri adalah:
1. Membantu siswa menyadari kekuatan dan kelemahan diri serta menanamkan pada siswa gambaran diri positif terhadap diri sendiri. Menghadirkan seseorang yang terkenal dalam suatu bidang sebagai pembicara, memperlihatkan video tapes atau potret seseorang yang telah berhasil (sebagai model), misalnya merupakan salah satu cara menanamkan gambaran positif terhadap diri sendiri dan kepada siswa. Menurut Martin dan Briggs (1986: 427-433) penggunaan model seseorang yang berhasil dapat mengubah sikap dan tingkah laku individu mendapat dukungan luas dari para ahli. Menggunakan seseorang sebagai model untuk menanamkan sikap percaya diri menurut Bandura seperti dikutip Gagne dan Briggs (1979: 88) sudah dilakukan secara luas di sekolah-sekolah.
2. Menggunakan suatu patokan, standar yang memungkinkan siswa dapat mencapai keberhasilan (misalnya dengan mengatakan bahwa kamu tentu dapat menjawab pertanyaan di bawah ini tanpa melihat buku).
3. Memberi tugas yang sukar tetapi cukup realistis untuk diselesaikan/sesuai dengan kemampuan siswa (misalnya memberi tugas kepada siswa dimulai dari yang mudah berangsur sampai ke tugas yang sukar). Menyajikan materi secara bertahap sesuai dengan urutan dan tingkat kesukarannya menurut Keller dan Dodge seperti dikutip Reigeluth dan Curtis (Gagne, 1987: 175-202) merupakan salah satu usaha menanamkan rasa percaya diri pada siswa.
4. Memberi kesempatan kepada siswa secara bertahap mandiri dalam belajar dan melatih suatu keterampilan.
    Komponen kedua model pembelajaran ARIAS, relevance, yaitu berhubungan dengan kehidupan siswa baik berupa pengalaman sekarang atau yang telah dimiliki maupun yang berhubungan dengan kebutuhan karir sekarang atau yang akan datang (Keller, 1987: 2-9). Siswa merasa kegiatan pembelajaran yang mereka ikuti memiliki nilai, bermanfaat dan berguna bagi kehidupan mereka. Siswa akan terdorong mempelajari sesuatu kalau apa yang akan dipelajari ada relevansinya dengan kehidupan mereka, dan memiliki tujuan yang jelas. Sesuatu yang memiliki arah tujuan, dan sasaran yang jelas serta ada manfaat dan relevan dengan kehidupan akan mendorong individu untuk mencapai tujuan tersebut. Dengan tujuan yang jelas mereka akan mengetahui kemampuan apa yang akan dimiliki dan pengalaman apa yang akan didapat. Mereka juga akan mengetahui kesenjangan antara kemampuan yang telah dimiliki dengan kemampuan baru itu sehingga kesenjangan tadi dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan sama sekali (Gagne dan Driscoll, 1988: 140).
  Dalam kegiatan pembelajaran, para guru perlu memperhatikan unsur relevansi ini. Beberapa cara yang dapat digunakan untuk meningkatkan relevansi dalam pembelajaran adalah:
1. Mengemukakan tujuan sasaran yang akan dicapai. Tujuan yang jelas akan memberikan harapan yang jelas (konkrit) pada siswa dan mendorong mereka untuk mencapai tujuan tersebut (DeCecco,1968: 162). Hal ini akan mempengaruhi hasil belajar mereka.
2. Mengemukakan manfaat pelajaran bagi kehidupan siswa baik untuk masa sekarang dan/atau untuk berbagai aktivitas di masa mendatang.
3. Menggunakan bahasa yang jelas atau contoh-contoh yang ada hubungannya dengan pengalaman nyata atau nilai- nilai yang dimiliki siswa. Bahasa yang jelas yaitu bahasa yang dimengerti oleh siswa. Pengalaman nyata atau pengalaman yang langsung dialami siswa dapat menjembataninya ke hal-hal baru. Pengalaman selain memberi keasyikan bagi siswa, juga diperlukan secara esensial sebagai jembatan mengarah kepada titik tolak yang sama dalam melibatkan siswa secara mental, emosional, sosial dan fisik, sekaligus merupakan usaha melihat lingkup permasalahan yang sedang dibicarakan (Semiawan, 1991).
4. Menggunakan berbagai alternatif strategi dan media pembelajaran yang cocok untuk pencapaian tujuan. Dengan demikian dimungkinkan menggunakan bermacam-macam strategi dan/atau media pembelajaran pada setiap kegiatan pembelajaran.
   Komponen ketiga model pembelajaran ARIAS, interest, adalah yang berhubungan dengan minat/perhatian siswa. Menurut Woodruff seperti dikutip oleh Callahan (1966: 23) bahwa sesungguhnya belajar tidak terjadi tanpa ada minat/perhatian. Keller seperti dikutip Reigeluth (1987: 383-430) menyatakan bahwa dalam kegiatan pembelajaran minat/perhatian tidak hanya harus dibangkitkan melainkan juga harus dipelihara selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Oleh karena itu, guru harus memperhatikan berbagai bentuk dan memfokuskan pada minat/perhatian dalam kegiatan pembelajaran. Herndon (1987:11-14) menunjukkan bahwa adanya minat/perhatian siswa terhadap tugas yang diberikan dapat mendorong siswa melanjutkan tugasnya. Siswa akan kembali mengerjakan sesuatu yang menarik sesuai dengan minat/perhatian mereka. Membangkitkan dan memelihara minat/perhatian merupakan usaha menumbuhkan keingintahuan siswa yang diperlukan dalam kegiatan pembelajaran.
   Minat/perhatian merupakan alat yang sangat berguna dalam usaha mempengaruhi hasil belajar siswa. Beberapa cara yang dapat digunakan untuk membangkitkan dan menjaga minat/perhatian siswa antara lain adalah:
1. Menggunakan cerita, analogi, sesuatu yang baru, menampilkan sesuatu yang lain/aneh yang berbeda dari biasa dalam pembelajaran.
2. Memberi kesempatan kepada siswa untuk berpartisipasi secara aktif dalam pembelajaran, misalnya para siswa diajak diskusi untuk memilih topik yang akan dibicarakan, mengajukan pertanyaan atau mengemukakan masalah yang perlu dipecahkan.
3. Mengadakan variasi dalam kegiatan pembelajaran misalnya menurut Lesser seperti dikutip Gagne dan Driscoll (1988: 69) variasi dari serius ke humor, dari cepat ke lambat, dari suara keras ke suara yang sedang, dan mengubah gaya mengajar.
4. Mengadakan komunikasi nonverbal dalam kegiatan pembelajaran seperti demonstrasi dan simulasi yang menurut Gagne dan Briggs (1979: 157) dapat dilakukan untuk menarik minat/perhatian siswa.
   Komponen keempat model pembelajaran ARIAS adalah assessment, yaitu yang berhubungan dengan evaluasi terhadap siswa. Evaluasi merupakan suatu bagian pokok dalam pembelajaran yang memberikan keuntungan bagi guru dan murid (Lefrancois, 1982: 336). Bagi guru menurut Deale seperti dikutip Lefrancois (1982: 336) evaluasi merupakan alat untuk mengetahui apakah yang telah diajarkan sudah dipahami oleh siswa; untuk memonitor kemajuan siswa sebagai individu maupun sebagai kelompok; untuk merekam apa yang telah siswa capai, dan untuk membantu siswa dalam belajar. Bagi siswa, evaluasi merupakan umpan balik tentang kelebihan dan kelemahan yang dimiliki, dapat mendorong belajar lebih baik dan meningkatkan motivasi berprestasi (Hopkins dan Antes, 1990:31).
  Evaluasi terhadap siswa dilakukan untuk mengetahui sampai sejauh mana kemajuan yang telah mereka capai. Apakah siswa telah memiliki kemampuan seperti yang dinyatakan dalam tujuan pembelajaran (Gagne dan Briggs, 1979:157). Evaluasi tidak hanya dilakukan oleh guru tetapi juga oleh siswa untuk mengevaluasi diri mereka sendiri (self assessment) atau evaluasi diri. Evaluasi diri dilakukan oleh siswa terhadap diri mereka sendiri, maupun terhadap teman mereka. Hal ini akan mendorong siswa untuk berusaha lebih baik lagi dari sebelumnya agar mencapai hasil yang maksimal. Mereka akan merasa malu kalau kelemahan dan kekurangan yang dimiliki diketahui oleh teman mereka sendiri. Evaluasi terhadap diri sendiri merupakan evaluasi yang mendukung proses belajar mengajar serta membantu siswa meningkatkan keberhasilannya (Soekamto, 1994). Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan Martin dan Briggs seperti dikutip Bohlin (1987: 11-14) bahwa evaluasi diri secara luas sangat membantu dalam pengembangan belajar atas inisiatif sendiri. Dengan demikian, evaluasi diri dapat mendorong siswa untuk meningkatkan apa yang ingin mereka capai. Ini juga sesuai dengan apa yang dikemukakan Morton dan Macbeth seperti dikutip Beard dan Senior (1980: 76) bahwa evaluasi diri dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Oleh karena itu, untuk mempengaruhi hasil belajar siswa evaluasi perlu dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran.
 
 Beberapa cara yang dapat digunakan untuk melaksanakan evaluasi antara lain adalah:
1. Mengadakan evaluasi dan memberi umpan balik terhadap kinerja siswa.
2. Memberikan evaluasi yang obyektif dan adil serta segera menginformasikan hasil evaluasi kepada siswa.
3. Memberi kesempatan kepada siswa mengadakan evaluasi terhadap diri sendiri.
4. Memberi kesempatan kepada siswa mengadakan evaluasi terhadap teman.
  Komponen kelima model pembelajaran ARIAS adalah satisfaction yaitu yang berhubungan dengan rasa bangga, puas atas hasil yang dicapai. Dalam teori belajar satisfaction adalah reinforcement (penguatan). Siswa yang telah berhasil mengerjakan atau mencapai sesuatu merasa bangga/puas atas keberhasilan tersebut. Keberhasilan dan kebanggaan itu menjadi penguat bagi siswa tersebut untuk mencapai keberhasilan berikutnya (Gagne dan Driscoll, 1988: 70). Reinforcement atau penguatan yang dapat memberikan rasa bangga dan puas pada siswa adalah penting dan perlu dalam kegiatan pembelajaran (Hilgard dan Bower, 1975:561). Menurut Keller berdasarkan teori kebanggaan, rasa puas dapat timbul dari dalam diri individu sendiri yang disebut kebanggaan intrinsik di mana individu merasa puas dan bangga telah berhasil mengerjakan, mencapai atau mendapat sesuatu. Kebanggaan dan rasa puas ini juga dapat timbul karena pengaruh dari luar individu, yaitu dari orang lain atau lingkungan yang disebut kebanggaan ekstrinsik (Keller dan Kopp, 1987: 2-9). Seseorang merasa bangga dan puas karena apa yang dikerjakan dan dihasilkan mendapat penghargaan baik bersifat verbal maupun nonverbal dari orang lain atau lingkungan. Memberikan penghargaan (reward) menurut Thorndike seperti dikutip oleh Gagne dan Briggs (1979:58).








Beberapa model yang dikembangkan oleh Andrianne Bank, Marlene Henerson dan Laurel Eu (1981) yaitu:
a. Concept Analysis Model (Model Analisis Konsep)
Model ini digunakan untuk membelajarkan siswa mengenai bagaimana memproses informasi yang berkaitan dengan pembelajaran. Hal ini didasarkan asumsi bahwa siswa-siswa harus mempelajari semua konsep dasar yang terkandung dalam satu mata pelajaran dan mereka harus berkesempatan praktik yang terarah mengenai klasifikasi dan diskriminasi. Semua ini diperlukan agar mereka mempunyai landasan yang kokoh bagi belajar selanjutnya.
Agar guru dapat menggunakan model ini dengan berhasil, mereka harus mampu :
1). Memilih konsep-konsep yang berkaitan dengan mata pelajaran yang bersangkutan, yang sesuai dengan tingkat perkembangan atau kemampan siswa-siswa mereka;
2). Menganalisis konsep-konsep tersebut untruk menentukan kadar dan jenis kesulitannya;
3). Memantau pemahaman siswa-siswa mengenai masing-masing konsep; dan
4). Mengatur waktu pembelajaran yang sesuai dengan prinsip-prinsip belajar dan teori perkembangan yang telah diterima.
Adapun langkah-langkah pokok penggunaan model ini, yaitu :
1). Memilih dan menelaah konsep-konsep yang akan diajarkan;
2). Mengembangkan dan menggunakan strategi-strategi yang tepat dan materi-materi yang berhubungan; dan
3). Mengembangkan dan menggunakan prosedur penilaian yang tepat.
    Model analisis konsep ini menekankan pada isi mata pelajaran dan pemprosesan informasi. Model ini paling cocok untuk mata pelajaran IPS, matematika, dan Sains, tetapi pada dasarnya dapat digunakan untuk sebagian besar pelajaran yang ada dalam kurikulum.
b. Creatif Thingking Model (Model  Berpikir Kreatif)
Model ini dirancang untuk meningkatkan kefasihan, fleksibilitas, dan orisinilitas yang digunakan siswa-siswa untuk mendekati benda-benda, peristiwa-peristiwa, konsep-konsep, dan perasaan-perasaan. Hal ini berdasarkan asumsi bahwa siswa-siswa dapat dan harus mempelajari teknik-teknik yang menstimulasi kreativitas mereka. Suasana kelas harus kondusif bagi adanya respon-respon yang berbeda agar respon yang berbeda-beda tersebut dihargai dan diberi imbalan (reward). Siswa-siswa yang mempelajari teknik-teknik kreatif diharapkan akan dapat memanfaatkannya secara efektif untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya dalam mata pelajaran tertentu.
Agar guru-guru berhasil dalam menggunakan model ini, maka mereka harus mampu:
1) Membangun suasana yang memungkinkan bagi diterimanya semua ide atau pendapat yang tidak hanya arena bermanfaat untuk itu saja, tetapi juga karena keaslian ide-ide dari siswa-siswa serta potensi mereka untuk menuju ke ide-ide dan arah baru;
2) Membantu siswa-siswa agar menyadari kekurangan-kekurangan dan kesenjangan-kesenjangan pada penjelasan-penjelasan dan keyakinan-keyakinan yang biasa terjadi;
3) Membantu siswa-siswa agar menjadi lebih terbuka dan lebih peka terhadap lingkungan mereka;
4) Menjamin tiadanya suasana yang formal atau seperti sedang dites, yang biasanya dapat mengganggu kreativitas dan berpikir orisionil siswa; dan
5) Memberikan stimuli (rangsangan) yang akan menawarkan praktik untuk berpikir yang jernih.
Langkah-langkah pokok dalam menggunakan model ini sebagai berikut:
1). Membangun suatu suasana yang dapat membina berpikir kreatif;
2). Mengajar siswa-siswa untuk menggunakan teknik-teknik yang menunju kea rah ide-ide dan produk-produk baru; dan
3). Mengevaluasi dan mengetes ide-ide yang telah ditawarkan.
   Model ini menitikberatkan pada pemprosesan informasi dan keterampilan-keterampilan pertumbuhan pribadi. Model ini paling sesuai untuk untuk Sains, IPS, Seni Bahasa, akan tetapi dapat diterapkan pula untuk mata pelajaran lainnya. Model ini paling cocok untuk siswa-siswa kelas III SD.
c. Experiential Learning Model (Model Belajar melalui Pengalaman)
Model ini memberikan kesempatan kepada siswa-siswa untuk memperlakukan lingkungan mereka dengan keterampilan-keterampilan berpikir yang tidak berhubungan dengan suatu bidang studi atau mata pelajaran khusus. Model ini didasarkan pada temuan-temuan Piaget bahwa perkembangan kognitif terjadi ketika anak-anak berinteraksi dengan aspek-aspek lingkungan mereka yang membingungkan atau nampak bertentangan. Oleh sebab itu, apabila model ini digunakan, waktu belajar harus diisi dengan kegiatan-kegiatan yang dapat menumbuhkembangkan rasa ingin tahu siswa-siswa, dan yang mampu menyedot seluruh perhatian mereka. Hal ini misalnya berupa kegiatan bermain dengan atau melakukan suatu terhadap benda-benda konkrit atau bahan-bahan yang memungkinkan mereka melihat apa yang terjadi pada benda atau bahan tersebut.
Model ini menitikberatkan pada cara-cara siswa memproses informasi, pertumbuhan pribadi, dan keterampilan berinteraksi sosial. Model ini khususnya dapat diterapkan untuk mata pelajaran Matematika, Sains, Bahasa, dan pelajaran lain. Model ini cocok untuk digunakan di TK hingga kelas III SD, bahkan hingga kelas tinggi di SD.
Agar guru dapat menggunakan model ini secara efektif maka guru harus memiliki kemampuan untuk:
1) Menyediakan benda-benda atau bahan-bahan konkrit untk digunakan ditelaah, atau diteliti oleh siswa-siswa;
2) Menyediakan serangkaian kegiatan yang cukup luas sehingga menjamin pemenuhan minat siswa dan menumbuhkan rasa keterlibatan mereka;
3) Mengatur kegiatan-kegiatan sehingga siswa-siswa yang berbeda tingkat perkembangan kognitifnya  akan belajar satu sama lain;
4) Mengembangkan teknik-teknik bertanya untuk mengungkap alasan-alasan siswa yang mendasari respon-respon mereka;
5) Menciptakan lingkungan kelas yang dapat meningkatkan perkembangan proses-proses kognitif.
d. Group Inquiry Model (Model Kelompok Inkuiri)
Model ini mengajarkan anak-anak untuk bekerja dalam kelompok untuk menginvestigasi topik-topik yang kompleks. Model ini beranggapan bahwa kemampuan untuk mengikuti dan menyelesaikan tugas-tugas dalam lingkungan kelompok adalah penting baik dalam situasi dalam kelas maupun yang bukan di ruangan kelas. Anak-anak yang dapat berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan pemecahan masalah dalam kelompok demikian ini akan memiliki keterampilan-keterampilan sosial yang diperlukan untuk mendekati berbagai mata pelajaran dengan cara yang produktif.
Mengingat model ini menekankan pada keterampilan-keterampilan interaksi sosial yang berorientasi pada tugas, maka model ini paling sesuai dengan mata pelajaran Sains dan IPS bagi siswa-siswa SD kelas IV.
Apabila guru-guru ingin menggunakan model ini secara efektif, maka mereka harus mampu:
1) Membantu siswa-siswa merumuskan situasi yang menarik atau mengandung teka-teki, yang dapat diterima untuk penelitian atau yang layak untuk diteliti;
2) Mengajarkan keterampilan-keterampilan untuk melakukan penelitian dan evaluasi tingkat dasar yang diperlukan bagi inkuiri yang berhasil;
3) Membantu siswa-siswa mempelajari keterampilan-keterampilan yang diperlukan untuk kerja kelompok yang berhasil; dan
4) Memberi kesempatan kepada siswa-siswa untuk menyelenggarakan kegiatan-kegiatan kelompok dan mengambil keputusan-keputusan kelompok mereka sendiri.
Langkah-langkah yang perlu ditempuh guru dalam mrnggunakan Model Kelompok Inkuiri ini sebagai berikut:
1). Menyajikan situasi dan merumuskan pertanyaan-pertanyaan inkuiri.
2). Merencanakan investigasi (penelitian).
3). Melaksanakan investigasi.
4). Menyajikan temuan-temuan.
5). Mengevaluasi investigasi.
e. The Role-Playing Model (Model Bermain Peran)
Model ini memberikan kesempatan kepada siswa-siswa untuk praktek menempatkan diri mereka di dalam peran-peran dan situasi-situasi yang akan meningkatkan kesadaran mereka terhadap nilai-nilai dan keyakinan-keyakinan mereka sendiri dan orang lain. Bermain peran dapat membantu mereka untuk memahami mengapa mereka dan orang lain berpikir dan bertindak sebagaimana yang mereka lakukan . Dalam proses “mencobakan” peran orang-orang yang berbeda dari mereka sendiri, siswa-siswa dapat mempelajari baik perbedaan maupun persamaan tingkah laku manusia dan dapat menerapkan hasil belajar ini dalam situasi-situasi kehidupan yang nyata.
Agar guru-guru dapat menggunakan model ini secara efektif, mereka harus mampu:
1) Menyajikan atau membantu siswa-siswa memilih situasi-situasi bermain peran yang tepat;
2) Membangun suasana yang mendukung, yang mendorong siswa-siswa untuk bertindak “seolah-olah”  tanpa perasaan malu;
3) Mengelola situasi-situasi bermain peran dengan cara yang sebaik-baiknya untuk mendorong timbulnya spontanitas dan belajar; dan
4) Mengajarkan keterampilan-keterampilan mengobservasi dan mendengarkan sehingga siswa-siswa dapat mengobservasi dan mendengarkan satu sama lain secara efektif dan kemudian menafsirkan dengan tepat apa yang mereka lihat dan dengarkan.
Adapun langkah-langkah pokok dalam penggunaan model ini sebagai berikut;
1) Memilih situasi bermain peran
2) Mempersiapkan kegiatan bermain peran
3) Memilih peserta/pemain peran
4) Mempersiapkan penonton
5) Memainkan peran (melaksanakan kegiatan bermain peran)
6) Mendiskusikan dan mengevaluasi kegiatan bermain peran
f. Model Pembelajaran Quantum Teaching.
Ada model pembelajaran lain yang sekarang juga sedang banyak dibicarakan yaitu Model Pembelajaran Quantum Teaching. Quantum berarti interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya. Dengan demikian quantum teaching berarti suatu orkestra dari berbagai macam interaksi yang terjadi di dalam dan di sekitar momen atau peristiwa belajar. Interaksi-interaksi ini membangun landasan dan kerangka untuk belajar yang dapat mengubah kemampuan dan bakat siswa menjadi cahaya yang bermanfaat bagi mereka sendiri dan orang lain. Quantum Teaching ini juga menerapkan percepatan belajar dengan menyingkirkan hambatan-hambatan yang menghalangi proses belajar alamiah dengan menggunakan musik, mewarnai lingkungan sekeliling, menyusun bahan pengajaran yang sesuai, cara penyajian yang efektif, dan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar. Di samping itu Quantum Teaching juga memudahkan segala hal untuk menyingkirkan hambatan belajar dan mengembalikan proses belajar ke keadaannya yang mudah dan alami.
Quantum Teaching memiliki asas utama yang dijadikan landasan yaitu “Bawalah Dunia Mereka ke Dunia Kita, dan Antarkan Dunia Kita ke Dunia Mereka.
Di samping itu, ada beberapa prinsip yang dijadikan pedoman baginya, yaitu sebagai berikut:
Segalanya berbicara
Maksudnya, bahwa segala sesuatu yang ada di lingkungan kelas mengandung dan menyampaikan pesan tentang belajar.
Segalanya bertujuan
Hal ini mengandung arti bahwa semua kreasi Anda terutama mengenai belajar mempunyai tujuan yang terukur.
Pengalaman sebelum pemberian nama
Prinsip ini menghendaki agar siswa belajar dengan mengalami sesuatu yang terkait dengan informasi yang sedang dipelajarinya sebelum mereka memperoleh nama tentang apa yang mereka pelajari atau dengan perkataan lain, sebelum mereka menemukan dan merumuskan konsep atau prinsip.
Akui setiap usaha
Belajar merupakan suatu rangkaian usaha siswa dalam mencapai tujuan-tujuan belajar, dan usaha itu sendiri mengandung resiko. Oleh sebab itu siswa-siswa patut memperoleh pengakuan terutama dari guru atas usaha, kerja keras, kecakapan, dan kepercayaan diri mereka.
Jika layak dipelajari, maka layak pula untuk dirayakan
“Perayaan” ini dimaksudkan sebagai ungkapan pengakuan atas partisipasi, penyelesaian tugas, dan prestasi siswa-siswa.
Dengan demikian proses belajar yang digubah melalui Quantum Teaching akan melahirkan suasana yang meriah dan menyenangkan (joyful). Dengan demikian, yang akan terjadi adalah sebuah momen Quantum Learning yang dipraktikkan di kelas melalui Quantum Teaching.
g. Model Pembelajaran Tematik
Dalam kurikulum 2004, kurikulum yang berbasis kompetensi, nampak ada perubahan yang mendasar pada pembelajaran di sekolah dasar terutama untuk kelas I dan II. Pembelajaran untk kelas I dan II menggunakan pendekatan tematik, sehingga tidak ada pemisahan dan pembagian khusus mata pelajaran pada struktur programnya.
Pembelajaran tematik merupakan suatu strategi pembelajaran yang melibatkan beberapa mata pelajaran untuk memberikan pengalaman yang bermakna kepada siswa. Keterpaduan dalam pembelajaran ini dapat dilihat dari aspek proses atau waktu, aspek kurikulum, dan aspek belajar mengajar. Pembelajaran tematik hanya diajarkan pada siswa sekolah dasar kelas rendah yaitu kelas I dan II, karena pada umumnya mereka masih melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan (holistic), perkembangan fisiknya tidak pernah bias dipisahkan dengan perkembangan mental, sosial, dan emosional.
Strategi Pembalajaran tematik lebih mengutamakan pengalaman belajar siswa, yakni melalui belajar yang menyenangkan tanpa tekanan dan ketakutan, tetapi tetap bermakna bagi siswa. Dalam menanamkan konsep atau pengetahuan dan keterampilan, siswa tidak harus diberi latihan hafalan berulang-ulang (drill), tetapi ia belajar melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang sudah dipahami. Bentuk pembelajaran ini dikenal dengan pembelajaran terpadu, dan pembelajarannya sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan kejiwaan siswa.
Sesuai dengan perkembangan fisik dan mental siswa kelas I dan II pembelajaran pada tahap ini haruslah mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1) Berpusat pada anak
2) Memberikan pengalaman langsung pada anak
3) Pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas
4) Menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu proses pembelajaran
5) Bersifat fleksibel
6) Hasil pembelajaran dapat berkembang sesuai dengan minat, dan kebutuhan anak
Pembelajaran tematik memiliki kekuatan di antaranya:
1) Pengalaman dan kegiatan belajar yang relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak.
2) Menyenangkan karena bertolah dari minat dan kebuthan anak.
3) Hasil belajar akan bertahan lebih lama karena lebih berkesan dan bermakna.
4) Mengembangkan keterampilan berpikir anak sesuai dengan permasalahan yang dihadapi, dan
5) Menumbuhkan keterampilan social dalam bekerjasama, toleransi, komunikasi, dan tanggap terhadap gagasan orang lain.
Dengan menggunakan tema, kegiatan pembelajaran akan mendorong beberapa hal bermanfaat antara lain:
1) Siswa mudah memusatkan perhatian pada satu tema atau topic tertentu.
2) Siswa dapat mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi mata pelajaran dalam tema yang sama.
3) Pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan
4) Kompetensi berbahasa bias dikembangkan lebih baik dengan mengaitkan mata pelajaran lain dan pengalaman pribadi anak
5) Anak lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi disajikan dalam konteks tema yang jelas.
6) Anak lebih bergairah belajar karena mereka bisa berkomunikasi dalam situasi yang nyata, misalnya bertanya, berceritera, menulis deskripsi, menulis surat, dan sebagainya untuk mengembangkan keterampilan berbahasa, sekaligus untuk mempelajari mata pelajaran lain.
7) Guru dapat menghemat waktu karena mata pelajaran yang disajikan secara terpadu dapat dipersiapkan sekaligus dan diberikan dalam 2 atau 3 kali pertemuan. Waktu selebihnya dapat digunakan untuk kegiatan remedial, pemantapan, atau pengayaan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran tematik antara lain:
1) Pembelajaran tematik dimaksudkan agar pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar menjadi lebih bermakna dan utuh.
2) Dalam pelaksanaan pembelajaran tematik perlu dipertimbangkan antara lain alokasi waktu setiap tema, memperhitungkan banyak dan sedikitnya bahan yang ada di lingkungan.
3) Pilih tema yang terdekat dengan anak.
4) Lebih mengutamakan kompetensi dasar yang akan dicapai dari tema.
Beberapa langkah yang disarankan untuk menyiapkan pembelajaran tematik antara lain;
1) Pelajari kompetensi dasar pada kelas dan semester yang sama dari setiap mata pelajaran.
2) Pilihlah tema yang dapat mempersatukan kompetensi-kompetensi tersebut untuk setiap kelas dan semester.
Pilih tema: Diri Sendiri; Keluarga; Lingkungan; Tempat Umum; Pengalaman; Budi Pekerti; Kegemaran; Tumbuhan; Hiburan; Binatang; Transportasi; Kesehatan; Makanan; Pendidikan; Pekerjaan; Peristiwa; Pariwisata; Kejaadian Sehari-hari; Pertanian; Negara; Komunikasi.
3) Buatlah “Matriks Hubungan Kompetensi Dasar dan Tema”. Dalam langkah ini penyusun memperkirakan dan menentukan kompetensi-kompetensi dasar pada sebuah mata pelajaran cocok dikembangkan dengan tema apa. Langkah ini dilakukan untuk semua mata pelajaran. Langkah ini  harus dapat menggambarkan satu tema dikaitkan dengan berbagai mata pelajaran, sehingga tidak terpisahkan antara tiap-tiap mata pelajaran.
4) Buatlah pemetaan pembelajaran tematis. Pemetaan ini dapat dibuat dalam bentuk matrik atau jaringan topik. Dalam pemetaan ini akan terlihat kaitan antara tema dengan kompetensi dasar dari setiap mata pelajaran.
5) Susunlah silabus berdasarkan matrik/jaringan topik pembelajaran tematik.
6) Susunlah Rencana Pembelajaran berdasarkan jaringan topik yang lengkap dengan komponen RP minimal terdapat: tema, Kompetensi dasar (jaringan mata pelajaran), Tujuan, Kegiatan Pembelajaran (I Pembukaan, II Kegiatan Inti, III Penutup), dan Penilaian.

 

Share on Google Plus

About Asriadi Blog

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.

0 komentar:

Posting Komentar